Beranda | Artikel
Hukum Memberi Salam Kepada Orang yang Sedang Shalat
Selasa, 3 Mei 2011

HUKUM MEMBERI SALAM KEPADA ORANG YANG SEDANG SHALAT

Oleh
Abul Barra’ Muhammad Mahir Al Khatib

Mengucapkan salam kepada orang yang sedang shalat, disyari’atkan ataukah tidak? Telah terjadi perdebatan yang sangat alot dalam masalah ini, sehingga mengakibatkan banyak orang yang bingung. Pendapat yang terkuat dalam masalah ini adalah disunnahkan mengucapkan salam kepada orang yang sedang shalat. Dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu ,

أَنَّهُ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَنِي لِحَاجَةٍ ثُمَّ أَدْرَكْتُهُ وَهُوَ يَسِيرُ قَالَ قُتَيْبَةُ يُصَلِّي فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَأَشَارَ إِلَيَّ فَلَمَّا فَرَغَ دَعَانِي فَقَالَ إِنَّكَ سَلَّمْتَ آنِفًا وَأَنَا أُصَلِّي وَهُوَ مُوَجِّهٌ حِينَئِذٍ قِبَلَ الْمَشْرِقِ

(Jabir) berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku untuk satu keperluan, kemudian aku mendapatkan beliau sedang berjalan (Quthaibah berkata, “Sedang shalat”), lalu aku ucapkan salam kepadanya. Beliau memberikan isyarat kepadaku. Ketika selesai shalat, beliau memanggilku sambil bersabda,”Engkau tadi mengucapkan salam, sementara aku sedang shalat.” Ketika itu beliau shalat menghadap ke timur (Baitul Maqdis). [HR. Muslim]

Dalam hadits yang lain.

عَنْ جَابِرٍ قَالَ أَرْسَلَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُنْطَلِقٌ إِلَى بَنِي الْمُصْطَلِقِ فَأَتَيْتُهُ وَهُوَ يُصَلِّي عَلَى بَعِيرِهِ فَكَلَّمْتُهُ فَقَالَ لِي بِيَدِهِ هَكَذَا ثُمَّ كَلَّمْتُهُ فَقَالَ لِي هَكَذَا وَأَنَا أَسْمَعُهُ يَقْرَأُ يُومِئُ بِرَأْسِهِ فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ مَا فَعَلْتَ فِي الَّذِي أَرْسَلْتُكَ لَهُ فَإِنَّهُ لَمْ يَمْنَعْنِي أَنْ أُكَلِّمَكَ إِلَّا أَنِّي كُنْتُ أُصَلِّي

Diriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Aku diutus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Bani Musthaliq. Lalu (Setelah selesai tugas-pent) aku menemui beliau. Sedangkan beliau sedang melaksanakan shalat di atas untanya, lalu kuajak beliau berbicara. Beliau memberikan isyarat dengan tangannya. Kemudian aku katakan lagi kepada beliau. Beliau memberikan isyarat lagi dengan kepalanya, sementara aku masih bisa mendengar bacaan beliau.” Ketika selesai melaksanakan shalat, beliau berkata,“Apa yang telah engkau lakukan dengan tugasmu? Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku untuk beirbicara denganmu, kecuali shalatku. [HR Muslim).

عَنْ صُهَيْبٍ أَنَّهُ قَالَ مَرَرْتُ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُصَلِّي فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَرَدَّ إِشَارَةً قَالَ وَلَا أَعْلَمُهُ إِلَّا قَالَ إِشَارَةً بِأُصْبُعِهِ

Dari Shuhaib, dia berkata,“Saya lewat dekat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang shalat, lalu saya ucapkan salam kepada beliau. Beliau menjawab salam dengan isyarat.” (Shuhaib) berkata, “Saya tidak mengetahui beliau, kecuali (katanya) berisyarat dengan jarinya.” [HR Abu Daud 925 dan yang lainnya]

سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى قُبَاءَ يُصَلِّي فِيهِ قَالَ فَجَاءَتْهُ الْأَنْصَارُ فَسَلَّمُوا عَلَيْهِ وَهُوَ يُصَلِّي قَالَ فَقُلْتُ لِبِلاَلٍ كَيْفَ رَأَيْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرُدُّ عَلَيْهِمْ حِينَ كَانُوا يُسَلِّمُونَ عَلَيْهِ وَهُوَ يُصَلِّي قَالَ يَقُولُ هَكَذَا وَبَسَطَ كَفَّهُ وَبَسَطَ جَعْفَرُ بْنُ عَوْنٍ كَفَّهُ وَجَعَلَ بَطْنَهُ أَسْفَلَ وَجَعَلَ ظَهْرَهُ إِلَى فَوْقٍ

Aku (Nafi’) telah mendengar Abdullah bin Umar berkata,“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju Quba’ lalu shalat disana.” Abdullah berkata,“Lalu datanglah sekelompok orang-orang Anshar dan mengucapkan salam kepadanya, padahal beliau sedang melaksanakan shalat.” Abdullah berkata,”Aku bertanya kepada Bilal, ‘Bagaimanakah engkau melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab salam ketika mereka mengucapkan salam, padahal beliau sedang melaksanakan shalat’, Abdullah berkata, “Bilal menjawab, seperti ini!’ –beliau lalu membuka telapak tangannya- Ja’far bin ‘Aun membuka telapak tangannya dan menjadikan perut telapak tangan di bawah, sedangkan punggung telapak tangan di atas. [HR Abu Daud 927]

عَنْ نَافِعٍ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ مَرَّ عَلَى رَجُلٍ وَهُوَ يُصَلِّي فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَرَدَّ الرَّجُلُ كَلَامًا فَرَجَعَ إِلَيْهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ فَقَالَ لَهُ إِذَا سُلِّمَ عَلَى أَحَدِكُمْ وَهُوَ يُصَلِّي فَلَا يَتَكَلَّمْ وَلْيُشِرْ بِيَدِهِ

Diriwayatkan dari Nafi’ bahwasanya Abdullah bin Umar melewati seseorang yang sedang shalat. Lalu ia mengucapkan salam kepada orang tersebut. Orang itu menjawabnya dengan ucapan. Maka Abdullah bin Umar kembali kepada orang tersebut dan berkata,“Jika ada salah seorang diantara kalian diberi salam, padahal dalam keadaan sholat, maka janganlah berbicara. Dan hendaklah memberikan isyarat dengan tangannya. [HR Imam Malik dalam Muwattha’]

Ibnu Hajar berkata,“Sesungguhnya banyak hadits yang bagus telah menjelaskan, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab salam dengan isyarat ketika beliau sedang shalat. Diantaranya hadits Abu Sa’id.

أَنَّ رَجُلاً سَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُصَلِّي فَرَدَّ عَلَيْهِ إِشَارَةً

(Sesungguhnya ada seorang lelaki mengucapkan salam kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal beliau sedang shalat. Maka Rasulullah menjawabnya dengan isyarat). Ada juga hadits Ibnu Mas’ud yang semisal dengannya.

Ibnu Hajar juga berkata,“Larangan salam (mengucapkan dan menjawab-pent) dengan isyarat dikhususkan bagi orang yang mampu mengucapkan salam dengan lafadz, baik secara fisik ataupun syar’i. Jika tidak, maka menjawab salam dengan isyarat disyari’atkan bagi orang-orang yang sedang melakukan pekerjaan yang menghalanginya dari menjawab salam dengan lafadz, misalnya orang yang sedang shalat …”[1]

Imam As Syaukani berkata,“Tentang isyarat untuk menjawab salam, telah dijelaskan oleh hadits Abdullah bin Umar dari Suhaib, dia berkata,’Saya tidak mengetahuinya, kecuali beliau hanya berisyarat dengan jarinya,’ dan hadits Bilal, dia berkata,’Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat dengan tangannya.’ Keduanya tidaklah bertentangan. Maka, diperbolehkan sesekali berisyarat dengan jari, kemudian pada waktu lainnya dengan menggunakan tangan. Mungkin juga yang dimaksudkan dengan kata ‘tangan’ adalah jari. (Dengan kaidah) membawa yang mutlaq kepada yang muqayyad. Dalam hadits Ibnu Umar dalam Sunan Abu Daud, bahwasanya ia (Ibnu Umar) bertanya kepada Bilal,

كَيْفَ رَأَيْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرُدُّ عَلَيْهِمْ حِينَ كَانُوا يُسَلِّمُونَ عَلَيْهِ وَهُوَ يُصَلِّي قَالَ يَقُولُ هَكَذَا وَبَسَطَ كَفَّهُ وَبَسَطَ جَعْفَرُ بْنُ عَوْنٍ كَفَّهُ وَجَعَلَ بَطْنَهُ أَسْفَلَ وَجَعَلَ ظَهْرَهُ إِلَى فَوْقٍ

Aku (Nafi’) telah mendengar Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju Quba’ lalu shalat di sana.” Abdullah berkata,“Lalu datanglah sekelompok orang-orang Anshar dan mengucapkan salam kepada beliau. Padahal beliau sedang melaksanakan shalat.” Abdullah berkata,”Aku bertanya kepada Bilal, ‘Bagaimanakah engkau melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab salam ketika mereka mengucapkan salam, padahal beliau sedang melaksanakan shalat?’, Abdullah berkata,”Bilal menjawab, ‘Seperti ini!’ –beliau lalu membuka telapak tangannya- Ja’far bin ‘Aun (Hadits ini diriwayatkan dari Ja’far Bin Aun dari Hisyam bin Sa’ad dari Nafi’) membuka telapak tangannya dan menjadikan perut telapak tangannya di bawah, sedangkan punggung telapak tangannya di atas. [HR Abu Daud 927]

Dalam hadits ini terdapat pelajaran, yaitu berisyarat dengan telapak tangan. Sedangkan dalam hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu yang di riwayatkan Imam Al Baihaqi dengan lafadz, فَأَوْمَأَ بِرَأْسِهِ (Beliau memberikan isyarat dengan kepalanya). Dalam riwayat yang lain, فَقَالَ بِرَأْسِهِ (Maka beliau menjawab dengan kepala).

Bila riwayat-riwayat ini dikorelasikan, bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang melakukan ini dan terkadang dengan itu. Maka, semuanya boleh dilakukan[2].

Tentang Hadits Ibnu Umar Imam Ash-Shan’ani berkata, “Hadits ini menjadi dalil, bahwa seseorang yang mengucapkan salam kepada orang lain yang sedang shalat, maka cara menjawabnya dengan isyarat, dan bukan dengan ucapan[3].

Imam Ahmad pernah ditanya tentang seseorang yang mendatangi suatu kaum yang sedang shalat, apakah ia mengucapkan salam? Beliau menjawab,“Ya.”
Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Imam Ahmad, bahwa Imam Ahmad mengucapkan salam kepada orang yang sedang shalat[4].

Imam Nawawi berkata,“Dalam hadits-hadits ini (hadits-hadits menjawab salam dengan isyarat bagi orang yang sedang sholat-pent) terdapat beberapa faidah. Diantaranya.

  1. Haramnya berbicara ketika shalat, baik untuk kemaslahatan shalat maupun bukan.
  2. Haramnya menjawab salam dengan ucapan ketika sedang mengerjakan shalat.
  3. Isyarat tersebut tidak merusak shalat, bahkan disunnahkan menjawab salam dengan isyarat[5].

Ibnul Qayim berkata, “…Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menjawab salam dengan tangan, kepala. Dan tidak pula dengan jari, kecuali ketika dalam shalat. Beliau menjawab salam dengan isyarat kepada orang yang menyalaminya. Hal tersebut telah diriwayatkan dari beliau dalam beberapa hadits. Belum pernah ada sesuatupun yang bertentangan dengannya, kecuali sesuatu itu bathil tidak benar berasal dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam …”[6]

Kelompok yang melarang menjawab salam dengan isyarat berdalil dengan hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu. Terdapat dalam Shahihain dan yang lainnya. Dalam hadits tersebut terdapat kalimat, فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْنَا (Beliau tidak menjawab salam kami).

Imam Asy Syaukani berkata, “Akan tetapi jawaban salam yang dinafikan (ditiadakan) dalam hadits ini seharusnya dibawa (pengertiannya-pent) ke jawaban salam dengan ucapan, bukan ke jawaban salam dengan isyarat. Karena Ibnu Mas’ud sendiri juga meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , bahwasannya beliau menjawab salam dengan isyarat. Kalaupun seandainya riwayat-riwayat ini tidak dibawakan oleh Ibnu Mas’ud, maka tetap saja menjawab salam dengan isyarat merupakan keharusan untuk mempertemukan pengertian beberapa hadits[7].

Pendapat yang diambil oleh Imam As-Syaukani merupakan pendapat yang benar. Diriwayatkan dari Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud dari bapaknya dari kakeknya.

أَنَّهُ كَانَ يُسَلِّمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُصَلِّي فَيَرُدُّ السَّلاَمَ ثُمَّ إِنَّهُ سَلَّمَ عَلَيْهِ وَهُوَ يُصَلِّي فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ فَظَنَّ عَبْدُ اللهِ أَنَّ ذَلِكَ مِنْ مُوْجِدَةٍ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ كُنْتُ أُسَلِّمُ عَلَيْكَ وَأَنْتَ تُصَلِّي فَتَرُدُّ عَلَيَّ, فَسَلَّمْتُ عَلَيْكَ وَأَنْتَ تُصَلِّي فَلَمْ تَرُدَّ عَلَيَّ فَظَنَنْتُ أَنَّ ذَلِكَ مِنْ مُوْجِدَةٍ عَلَيَّ فَقَالَ لاَ لَكِنَّا نُهِيْنَا عَنِ الْكَلاَمِ فِي الصَّلاَةِ إِلاَّ الْقُرْآنَ وَالذِّكْرَ

Bahwasanya ia mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang shalat, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab salam. Kemudian (pada kesempatan yang lain-pent) ia mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang shalat, namun beliau tidak menjawab salamnya. Abdullah menyangka, bahwa Rasulullah kecewa kepadanya. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai shalat, ia berkata,“Wahai Rasulullah, saya pernah mengucapkan salam kepadamu, sedangkan anda dalam keadaan shalat, lalu anda menjawab salam saya. Kemudian saya mengucapkan salam kepadamu, sedangkan anda dalam keadaan shalat, namun anda tidak menjawab. Saya menyangka, bahwa hal itu karena kekecewaan kepada saya.” Beliau menjawab,“Tidak, akan tetapi kita dilarang untuk berbicara ketika shalat kecuali (membaca-pent) Al Qur’an dan dzikr. [At Thabrani dalam kitab Al Kabir 10/10129, perhatikan pula Silsilah As Shahihah no. 2380]

Diceritakan dari Abu Sa’id Al Khudri, bahwa ada seorang laki-laki yang mengucapkan salam kepada Rasulullah ketika sedang shalat. Maka beliau menjawab dengan isyarat. Ketika selesai shalat, beliau bersabda kepada laki-laki tadi.

إِنَّا كُنَّا نَرُدُّ السَّلاَمَ فِي صَلاَتِنَا فَنُهِيْنَا عَنْ ذَلِكَ

Sesungguhnya kami dulu menjawab salam dalam shalat, lalu hal tersebut dilarang.[8]

Syaikh Al Albani rahimahullah berkata : Laki-laki yang mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut ialah Abdullah bin Mas’ud, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata,“Saya lewat di dekat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang shalat. Saya mengucapkan salam kepadanya. Maka beliau menjawab dengan isyarat.” Peristiwa itu terjadi ketika Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu datang dari tempat hijrahnya di Habasyah.

Hadits ini memang shahih dari Abdullah bin Mas’ud, tidak hanya dari satu jalan saja. (Pembahasan) takhrij hadits ini sudah terdahulu pada jilid ke 5 As Silsilah As Shahihah no. 2380, juga dalam kitab Ar Raud no. 605. Dalam hadits ini terdapat dalil yang jelas sekali, bahwa menjawab salam dengan ucapan bagi orang yang sedang shalat pada permulaan Islam disyari’atkan, yaitu ketika di Makkah. Kemudian hukum tersebut dihapus dengan menjawab salam dengan isyarat di Madinah. Jika demikian halnya, maka di dalam hadits ini (juga) terdapat anjuran mengucapkan salam kepada orang yag sedang shalat. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari salamnya Ibnu Mas’ud. Beliau juga tidak mengingkari orang-orang yang mengucapkan salam kepadanya, padahal beliau sedang shalat.

Berdasarkan hal ini, maka merupakan kewajiban atas para penolong sunnah untuk berlemah-lembut dalam menyampaikan dan menerapkan masalah ini. Karena manusia adalah musuh bagi perkara-perkara yang tidak mereka ketahui (manusia memusuhi perkara-perkara yang tidak mereka ketahui), terutama para pengikut hawa nafsu dan pengikut kebid’ahan[9].

Kelompok yang melarang menjawab salam dengan isyarat juga berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan yang lainnya dari Abu Hurairah, bahwasannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

لاَ غِرَارَ فِي صَلاَةٍ وَلاَ تَسْلِيمٍ

Tidak boleh ghirar dalam shalat dan tidak boleh salam

Ghirar maksudnya mengurangi atas perbuatan atau rukun.

Adapun salam yang dilarang disini, maksudnya ialah menjawab salam dengan ucapan, bukan dengan isyarat demi mempertemukan antara dalil-dalil yang ada.

Kelompok yang melarang menjawab salam dengan isyarat juga berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud.

مَنْ أَشَارَ فِي صَلَاتِهِ إِشَارَةً تُفْهَمُ عَنْهُ فَلْيُعِدْ هَا

Barangsiapa yang memberikan isyarat yang bisa dipahami, maka dia harus mengulanginya

Maksudnya mengulangi shalat.

Hadits ini adalah hadits yang mungkar[10].

Imam Syaukani berkata,“Orang yang mengatakan hadits itu shahih, wajib untuk membawa pengertian isyarat yang disebutkan dalam hadits tersebut, kepada isyarat yang bukan untuk menjawab salam, atau isyarat tanpa keperluan untuk mempertemukan antara beberapa dalil[11].

Demikian pembahasan dalam permasalahan ini. Wallahu a’lam bish shawab.

(Diterjemahkan Oleh Abu Abdurrahman dari Majalah Al Ashalah, Edisi 31 tahun ke VI/15 Muharram 1422 H hal. 69-72)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun VI/1423H/2002M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Fathul Bari 11/14,19
[2] Nailul Authar 2/378
[3] Subulus Salam 1/264
[4] Al Mughni 1/712
[5] Syarh Muslim 5/27
[6] Zaadul Ma’ad
[7] Nailul Authar 2/377
[8] At Thahawi dalam kitab Syarhil Ma’ani 1/454
[9] As Shahihah 6/998-999 disertai perubahan
[10] Lihat Zaadul Ma’ad, yang ditahqiq oleh Arnauth, Ad Dhaifah no. 1104 dan Dha’if Sunan Abi Daud no. 200
[11] Nailul Authar 2/378


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3057-hukum-memberi-salam-kepada-orang-yang-sedang-shalat.html